Tujuh bulan telah berlalu sejak terjadinya tragedi feri Sewol. Topik mengenai keselamatan di air telah menjadi topik yang penting. Tragedi Sewol membuat kesadaran pemerintah dan masyarakat akan keselamatan diri semakin meningkat. Sebagai sebuah negara yang memiliki banyak sungai dan danau serta dikelilingi laut, Korea Selatan menganggap bahwa keselamatan diri seseorang sangat bergantung pada kemampuan orang tersebut menjaga dirinya di air.
Pada hari Sabtu, 29 November 2014 pagi hari, sekitar 160 murid SD belajar mengenai dasar-dasar langkah penyelamatan. Mereka berlatih di kolam renang indoor di Goyang. Murid-murid SD tersebut menggunakan topi renang yang bertuliskan “Swim 2 Survive”. Mereka diajarkan langkah-langkah dan teknik seperti cara menyadarkan orang dan menarik orang yang terjebak dalam bahaya di dalam air.
Kim Ji Hoon, salah satu peserta yang berusia 9 tahun menjawab, “Aku tidak takut air sekarang,” Ia juga berkata bahwa ia akan tahu bagaimana caranya menyelamatkan diri jika sekarang ia berada dalam sebuah kapal yang akan tenggelam.
“Tragedi Sewol yang menelan korban jiwa sebanyak 300 orang penumpang membuat keselamatan menjadi suatu hal yang penting,” kata Walikota Goyang, Choi Sung dalam hari pembukaan pelatihan Swim 2 Survive.
Shin Eon Ho dari Live Saving Society, salah satu organisasi yang mendukung terselenggaranya pelatihan ini berpendapat bahwa anak-anak harus tahu bagaimana caranya memakai jaket pelampung, mengambang, dan menjaga tubuh mereka tetap hangat di air. “Saya pikir jika di feri Sewol lebih banyak siswa yang tahu bagaimana caranya berenang dan teknik-teknik penyelamatan diri di air, akan lebih banyak yang bisa bertahan,” tambahnya.
Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya keselamatan di air juga membuat Kementerian Pendidikan Korea Selatan merencanakan untuk menawarkan kelas berenang di beberapa sekolah. Saat ini, hanya 33 dari 177 wilayah sekolah yang memiliki kelas berenang di lingkup sekolah dasar (SD). Kim Suk Eon, perwakilan dari kementerian pendidikan menyatakan bahwa pemerintah berharap bahwa program ini dapat terus dikembangkan. Namun, keterbatasan dana dan sumber daya serta fasilitas seperti kolam renang di sekolah-sekolah menjadi permasalahan.
Namun, bagi keluarga dari korban tragedi Sewol, pernyataan bahwa kemampuan berenang mempengaruhi keselamatan agak sulit diterima. Pasalnya, beberapa korban terjebak di kabin kapal dan tidak bisa keluar ketika feri Sewol tenggelam. Lee Jung Chul, ayah salah seorang korban dalam tragedi feri Sewol berkata, “Anakku bisa berenang sejak kecil. Saya pikir jika ada yang bisa selamat dari tragedi tersebut, dia adalah salah satunya (namun ternyata tidak).”