Di tahun 2014 ini, hanya sekitar 201.200 pasangan di Korea yang memutuskan untuk menikah. Hasil ini didapat dari data statistik bulan Januari hingga Agustus. Jumlah ini adalah yang paling sedikit sejak tahun 2005. Berbagai faktor menjadi sebab, mulai dari ekonomi, lapangan pekerjaan yang menyempit, hingga faktor lainnya yang menyebabkan orang tidak menikah.
Survey yang dilakukan oleh Chosun Ilbo dan Kementrian Kesetaraan Gender dan Keluarga kepada 1.200 pasangan dan keluarga masih ditemukan tendensi untuk melakukan pernikahan dengan biaya yang tidak bisa mereka penuhi. Hasilnya, biaya pernikahan tersebut akan harus dibayarkan nanti.
Banyak yang merasa bahwa orang tua seharusnya menyerahkan biaya pernikahan kepada anak-anak mereka. Sekitar 84,6 persen orang tua mengatakan akan menanggung biaya pernikahan jika mereka bisa. Sedangkan para pasangan yang menjawab serupa sekitar 64,8 persen.
Hanya 10,4 persen dari pasangan yang mengatakan bahwa mereka membayar semua biaya pernikahan sendiri. Satu dari tiga pasangan mengatakan bahwa orang tua mereka membayar sekitar 60 persen biaya pernikahan.
Pada dasarnya pernikahan di Korea dilestarikan oleh budaya dan mereka memiliki jumlah angka ideal untuk menggelar sebuah pesta pernikahan. Sekitar 57,2 persen mengatakan bahwa biaya ideal yang dibutuhkan untuk pernikahan sekitar Rp 334 juta belum termasuk rumah baru. Namun hanya sekitar 20,9 persen yang benar-benar mencapai batas biaya itu.
Dari hasil survey mayoritas mengatakan bahwa orang tua mempelai pria dan wanita harus membagi biaya pernikahan. Namun 62,8 persen mengatakan bahwa keluarga mempelai pria yang mengeluarkan biaya untuk rumah baru. Mengganti perabotan baru yang biasanya dilakukan oleh mempelai wanita sekitar 44,6 persen. Dan ketiga mengundang banyak tamu untuk memukau banyak orang sekitar 50,9 persen. Ketiga hasil ini merupakan stereotype yang justru membuat pernikahan menjadi mimpi buruk. Orang berlomba untuk membuat sesuatu yang megah untuk pernikahan.
Stereotype inilah yang membuat pernikahan menjadi tekanan. Ketika dengan biaya besar, mereka juga mengharapkan timbal balik untuk untuk biaya yang dikeluarkan.
Shin Sang Chul, seorang aktivis mengatakan, “ini menjadi aspek yang memalukan dalam kehidupan sosial kita, karena kita harus memaksa diri untuk menghabiskan banyak biaya hanya untuk menjaga gengsi.”
Disadur dari Chosun Ilbo.