Sejak diresmikan pada April 2014 oleh Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sapta Nirwandar, Gedung Busan Indonesia Center (BIC) di Busan, Korea Selatan, terus meningkatkan perannya untuk membantu mempromosikan pariwisata Indonesia di Negeri Ginseng.
BIC merupakan gedung multifungsi seluas 400 meter persegi dengan lima lantai yang berlokasi di antara apartemen, sekolah, gerai makan, taman umum, dan pertokoan, serta uniknya ada di jalan utama yang diberi nama salah satu kota di Indonesia, yaitu Jalan Surabaya.
BIC memiliki beragam fungsi. Dari beberapa lantainya ada yang menjadi Visit Indonesia Tourism Officer (VITO) Korea, Kantor PKPU, Kantor BIC, ruang kegiatan seni, serta guest house. Gedung ini juga menjadi kantor maskapai Garuda Indonesia dan kantor BNP2TKI. Lantai empat gedung itu juga dapat digunakan sebagai auditorium untuk acara-acara pertemuan masyarakat Indonesia. Gedung BIC hanya diperuntukkan untuk segala yang bernuansa Indonesia.
Berdiri pula sebuah coffee shop khas Indonesia, yaitu Cafe Luwak. Di dalamnya pengunjung dari warga Korea dapat merasakan nuansa Indonesia yang membumi. Aneka kerajinan tangan khas Indonesia dipajang di lemari kaca yang disusun rapi. Kafe tersebut juga menyajikan makanan Indonesia, memutar lagu pop Indonesia, bahkan menayangkan saluran televisi Indonesia.
Dalam sebuah pertemuan di Gedung Sapta Pesona, pada Kamis, 7 Agustus 2014, Dirjen Pemasaran Pariwisata Esti Reko Astuty bersama Kepala Pusat Busan Indonesia Center (BIC) Prof Kim Soo-il melakukan penandatanganan MoU kerja sama. Dalam pertemuan tersebut disepakati untuk membantu mempromosikan pariwisata Indonesia di Korea Selatan.
Kim yang merupakan profesor di Busan University of Foreign Studies itu mengutarakan kepada Indonesia Travel bahwa banyak yang mengira BIC adalah milik Pemerintah Indonesia. Pasalnya BIC memang menyediakan informasi terkait Indonesia, mulai dari pariwisata, budaya, ekonomi, hingga politik di Indonesia bagi masyarakat Korea Selatan, terutama yang tinggal di Busan. Bahkan, gedung ini juga sering dimanfaatkan untuk kegiatan para TKI Indonesia di Kota Busan.
Keberadaan Gedung BIC di Busan menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan promosi pariwisata Indonesia di Korea Selatan. Hal ini juga seiring upaya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk berupaya mencapai target angka kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia di tahun 2014 sebanyak 9 juta orang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, 11 provinsi yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan Korea Selatan adalah Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Banten, dan Sumatera Barat.
Kota Busan merupakan kota terbesar kedua di Korea Selatan setelah Seoul dan merupakan salah satu dari tiga pelabuhan tersibuk di dunia. Kota berpenduduk empat juta jiwa itu berpotensi menjadi pasar pariwisata Indonesia. Menurut Prof Kim, faktanya saat ini, orang Korea yang ada di Indonesia didominasi berasal dari Busan.
Karena ketertarikannya kepada Indonesia, sejak tahun 1972 Kim muda mempelajari bahasa Indonesia. Berikutnya ia pun lebih jatuh hati ketika mengunjungi berbagai tempat di Indonesia. Kecintaannya kepada Indonesia sulit dijabarkan karena terjadi dengan sendirinya.
Prof Kim memang dikenal sangat Indonesia di mata orang yang mengenalnya, baik bagi orang senegerinya maupun bagi orang Indonesia yang mengenalnya. Ia telah dianggap sebagai sahabat Indonesia karena sejak tahun 1993 hingga 2007 menjabat sebagai Konsul Kehormatan RI di Busan. Bahkan, Surat penunjukkannya saat itu (tahun 1993) ditandatangani langsung oleh Presiden Soeharto. Prof Kim, yang juga pernah menjabat sebagai Duta Besar Korea Selatan untuk Timor Leste, dan saat ini masih menjadi penasehat di banyak lembaga dan institusi Pemerintah Indonesia.
Karena kecintaannya pada Indonesia pula Prof Kim sempat dikritik dengan kata-kata, “Mengapa ngurusi Indonesia terus?” Akan tetapi, bagi Kim ada semangat yang sama antara Indonesia dan Korea Selatan sebagai negara yang lepas dari penjajahan tanpa infrastruktur memadai. Semangat tersebut dapat menjadi modal untuk membangun negeri.
Keberadaan Gedung BIC di Busan adalah betuk kepedulian Prof Kim terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Busan. Saat ini ada sekitar 15.000 TKI di Busan dan ia berharap mereka memiliki sebuah rumah yang bisa dikunjungi setiap saat serta menjadi sarana berkumpul atau berkonsultasi terutama yang memerlukan bantuan dan perlindungan hukum.
BIC didirikan dengan dana swadaya. Untuk membangun gedung BIC, Prof Kim menghabiskan dana sebesar 6 juta dollar AS atau hampir Rp 60 miliar. Kini operasional gedung ini pun 80 persen dari dana pihaknya. Meski demikian, dia mengaku tidak mengharapkan apa-apa dari Pemerintah Indonesia. Prof Kim hanya berharap komitmen dari Pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk memanfaatkan gedung tersebut sebaik-baiknya bagi kepentingan Indonesia.
Prof Kim yang sejak lulus kuliah berbisnis jual-beli kerajinan dan rotan dari Indonesia mengakui telah mendapatkan keuntungan lebih dari cukup. Oleh karena itu, dia membangun Gedung BIC sebagai balas jasa untuk Indonesia
[Sumber:Kompas.com]